Kamis, 16 Agustus 2012

Hari Raya Yang Kosong



Aku akan bercerita sesuatu padamu kawan. Sesuatu yang akan kau bilang omong kosong atau mungkin hanya semacam keluhan tidak bermutu ala abg-abg galau masakini yang menulis dalam status jejaring sosialnya.

Lebaran, hari yang paling ditunggu umat muslim seantero nusantara,setauku loh. Namun tidak buat saya untuk lebaran tahun ini. Satu syawal, adalah tidak lebih dari tuntasnya Ramadan buatku. Tidak ada semangat antusiasme seperti biasanya.

Semua sejak kepindahan yang tidak dikehendaki ini. Aku jadi pemurung dan kehilangan semangat walau mungkin aku akan menuntaskan puasa tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang penuh tantangan dan berlubang. Di tahun ini hampir tak ada tantangan sama sekali, kerjaku cuma tidur dan menunggu berbuka tiba tidak heran puasa berjalan mulus. Alasan lain adalah percuma tidak berpuasa pun makanan dan minuman disini buruk. Itulah sebabnya Hari Raya tiada arti lagi bagiku. Tidak ada perjuangan mencari nafkah, uang tambahan dan bahkan THR. Tidak ada perjuangan pulang kampung. Tidak ada perjuangan membahagiakan orang tua. Semua kosong!

Disini. Menganggur. Menanti kelahiran buah hati di tempat yg asing bagiku. Saking asingnya sampai-sampai peluang kurasakan nol persen untuk bertahan. Cuma jenuh, bosan, dan jengah yang tiap hari kurasakan. Hidup menumpang mertua, tidak bekerja, sepenuhnya bergantung pada istri dari uang setoran kost-kostan. Bisa kau bayangkan betapa hancurnya harga diriku kawan!? Parasit! Itu pasti yang akan engkau lontarkan dari pikiranmu.

Katakanlah, apa aku pantas merayakan Lebaran? Seumur hidupku baru kali ini aku merasa tidak berdaya untuk sekedar pulang dan sungkem dengan orang tua. Aku tidak bisa pulang! Aku tidak punya uang! Aku tidak bisa berbakti kepada mereka walau cuma untuk mencium tangan mereka.






Samarinda

Minggu, 12 Agustus 2012

G A L A U



Ku tak tahu lagi

Harus kemana ku berpijak




Di ujung tebing cinta ini

Perlahan habis terkikis

Deburan ombak kerinduan

Bagai maut yang siap mengantar

Ruh yang hina ini kepada-Nya




Kini

Kurasa nisbi segala mimpi

Melayang ragu kaki menjejak bumi

Dari seorang perempuan kutanya hati

Bagaimana cara menepati janji




Horison di ufuk barat

Menelan surya lembayung jingga

Diatas kerinduan yang tak berbatas

Raga nan fana tinggal menunggu masa




"sampai tiba waktuku ku tak ingin seorang pun tahu tidak juga kau tidak perlu sedu sedan itu..." (Kau, Chairil Anwar)




Seringai Matahari



Gelagapan

Diselimuti jejaring nisbi

Mengalir galau menelisik ngeri

Derap canggung di tepian hati





Tetap saja menanti




Sebuah naungan mungil

Yang kan sejukkan nurani




Namun hari demi hari berlari

Terlalu banyak waktu tak berarti

Terlalu gagap dengan mimpi mimpi




Mungkin

Hanya aku disini

Menyeringai kepada matahari

Menggelepar seperti cacing




Berharap

Sekerat lumpur melumur

Naungi rapuhnya ari




Aku mungkin tak punya hati

Jiwa gelap membara dendam

Busuk tak pantas mencintai

Sampai kutuk sumpah serapah

Seling silih berganti






 
◄Design by Pocket Distributed by Deluxe Templates